Sebanyak 234 suara dari total 300 anggota parlemen memilih untuk melengserkan presiden wanita pertama Negeri Ginseng itu. Parlemen Korea Selatan memakzulkan Presiden Park Geun-hye, Jumat (9/12) atas dugaan korupsi.
Jumlah ini memenuhi persyaratan dua pertiga suara yang diamanatkan konstitusi untuk mendepak Park yang masa jabatannya baru akan berakhir 25 Februari 2018. Sedangkan sisanya 56 menolak, tujuh suara tidak sah dan dua abstain. Demikian dilansir Korea Times, Jumat (9/12/2016).
Dengan pemakzulan ini, kekuasaan Park dinyatakan berakhir dan Perdana Menteri Hwang Kyo-ahn akan menggantikannya sebagai Pejabat Presiden atau Presiden sementara.
Angka 234 juga terbilang mengejutkan karena semula diperkirakan hanya akan ada sekitar 200-212 yang diperkirakan akan memakzulkan Park. Oposisi memiliki 172 kursi. Hal ini berarti ada 62 anggota partai berkuasa Saenuri yang memilih memakzulkan Park.
Hasil pemakzulan akan dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) Korsel yang memiliki waktu paling lambat enam bulan untuk mempelajari keputusan itu.
Jika MK memutuskan pemakzulan sah maka Park akan resmi dicopot dan pemilu presiden dini akan digelar paling lambat dalam 60 hari. Dibutuhkan persetujuan enam dari sembilan hakim untuk meratifikasi keputusan ini.
Namun, Park tidak serta merta kehilangan gelar presiden.
Namun, jika MK memutuskan tidak ada pemakzulan, maka posisi politisi wanita berusia 64 itu akan dipulihkan kembali. Analis politik memperkirakan MK akan meratifikasi pemakzulan itu karena begitu kolosalnya skandal yang mendera pemerintahan Park yang popularitasnya menyentuh titik nadir empat persen.
Selain itu, pemakzulan putri mantan diktator Park Chung-hee ini juga mendapat dukungan dari warga Korsel. Jutaan warga Korsel turun ke jalanan Seoul dan beberapa kota lain dalam beberapa pekan terakhir.
Mereka mendesak partai-partai politik di parlemen memakzulkan Park jika dia menolak untuk mengundurkan diri. Park sendiri telah mengajukan opsi untuk mengundurkan diri paling lambat bulan April.
Dia juga dituduh menggunakan koneksinya di Gedung Biru, kantor presiden, untuk memaksa sejumlah konglomerat mendonasikan uang sebesar 70 juta dollar AS ke dua yayasan yang dikelolanya. Park diduga menutup sebelah mata dan ikut ambil bagian mendorong terjadinya praktek korupsi itu.
Park yang semakin terisolasi secara politik menolak tawaran ini dan menyatakan akan menghadapi dan menerima hasil sidang pemakzulan. Pemakzulan ini menjadikan Park sebagai presiden pertama dalam sejarah Korsel yang dipaksa meninggalkan posisinya sebelum akhir masa jabatan.
Namun, partai berkuasa Saenuri menilai permintaan ini tidak dapat lagi dipenuhi di tengah tekanan politik luar biasa. Solusi terbaik adalah Park secara sukarela mengundurkan diri secepat mungkin.
Choi yang tidak memiliki posisi resmi di pemerintahan dituduh kerap ikut campur dalam urusan kenegaraan seperti mengakses dokumen rahasia negara hingga menentukan pakaian apa yang dipakai Park. Skandal korupsi yang menjerat Park dan melumpuhkan pemerintahannya terfokus pada persahabatannya dengan sang kawan lama, Choi Soon-sil.