(Ditjen) Pajak memastikan belum bisa mengecek informasi keuangan nasabah | PT Kontak Perkasa Futures
Dengan akses yang luas ini, kemudian diikuti implementasi Compliance Risk Management (CRM) yang akan mengolah seluruh informasi/data wajib pajak, akan dapat diperoleh profil wajib pajak secara akurat dan mengklasifikasikan wajib pajak berdasarkan risikonya.
“CRM yang presisi dan kredibel akan sangat membantu, karena outputnya penting. WP yang relatif patuh tidak akan jadi sasaran pemeriksaan, sebaliknya sasaran ke WP tidak patuh. Melalui CRM, hasilnya sudah menggambarkan profile WP yang akurat,” kata Yustinus.
Hal ini, menurut Yustinus, menunjukkan bahwa Ditjen Pajak bahkan kesulitan untuk menjangkau data wajib pajak di dalam negeri.
“Fakta ini tentu saja menjawab problem mendasar stagnasi rasio pajak yaitu terbatasnya akses terhadap data keuangan/perbankan. Dalam konteks efektivitas pemungutan pajak, kuncinya adalah mengawinkan siapa (identitas) melakukan apa (aktivitas),” terangnya.
Direktur Utama Center For Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, Perppu ini menjadi pintu pembuka, sehingga pekerjaan rumah berikutnya adalah integrasi NPWP ke NIK (Nomor Induk Kependudukan).
Ia menjelaskan, data pengampunan pajak mengkonfirmasi bahwa jenis harta yang terbanyak dideklarasikan adalah aset keuangan sebesar Rp 2.900 triliun atau 56% dari total deklarasi harta, dan sekitar Rp 2.100 triliun berada di dalam negeri.
Dalam PMK tersebut, akan diatur secara teknis tata cara ataupun mekanisme pelaksanaan akses informasi keuangan nasabah untuk kepentingan perpajakan.
“Prosedurnya, itu termasuk yang akan diatur. Ada juga bagaimana format laporannya, batasan saldo yang mengikuti standar internasional. Adapun sanksi bila lembaga keuangan tidak mengikuti aturan ini,” katanya.
Tidak ada yang diincar. Yang menunjukkan perbedaan yang sudah ikut amnesti pajak dan yang tidak (untuk diawasi) adalah datanya komplit atau tidak. Itu saja, karena memeriksa harus ada data, tidak ujug-ujug. Pemeriksaan tetap self assessment,” jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa secepatnya akan mengeluarkan PMK terkait Perppu Nomor 1 Tahun 2017 ini. Ia menargetkan PMK tersebut dapat terbit sebelum 30 Juni 2017.
"Belum, belum ada PMK, kami menunggu PMK. PMK kan masih dibahas," kata Ken di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (19/5/2017).
Ditjen Pajak mengklaim tidak memiliki target yang menjadi prioritas utama untuk disisir. Artinya, baik wajib pajak yang telah ikut tax amnesty atau tidak ikut, datanya bisa dilihat untuk kemudian ditentukan harus dilakukan pemeriksaan atau tidak.
Untuk melakukan pemeriksaan, Ditjen Pajak masih harus menunggu selesainya pembahasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan dengan DPR.
Sebagaimana dikutip dari Kontan, Senin (22/5/2017), Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi mengatakan selain pembahasan Perppu, pihaknya juga masih menunggu aturan turunan yang berupa terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak memastikan belum bisa mengecek informasi keuangan nasabah terkait perpajakan.
Industri Keuangan Minta Pemerintah Mampu Jaga Kerahasiaan Data | PT Kontak Perkasa Futures
Pasal 2 ayat 2 menyebut LJK wajib menyampaikan pada Dirjen Pajak berupa laporan berisi informasi keuangan sesuai standar informasi keuangan berdasarkan standar perjanjian internasional di bidang perpajakan untuk setiap rekening keuangan yang diidentifikasi sebagai rekening keuangan yang wajib dilaporkan dan laporan berisi informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.
Kemudian, dalam ayat 3 menyebutkan laporan berisi informasi keuangan yang memuat identitas pemegang rekening keuangan, nomor rekening keuangan, identitas lembaga jasa keuangan, identitas saldo atau nilai rekening keuangan dan penghasilan yang terkait dengan rekening keuangan.
Namun, dia meyakini BI dan OJK akan sangat berhati-hati merespons kebijakan ini. "Di media juga diberitakan bahwa aturan itu akan diawasi dan tidak digunakan sembarangan oleh BI dan OJK," ujarnya.
Pasal 2 ayat 1 pada Perppu tersebut disebutkan Direktur Jenderal Pajak berwenang mendapatkan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dari LJK yang melaksakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, peransuransian, lembaga jasa keuangan lainnya dan atau entitas lain yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan sesuai standar pertukaran informasi.
"Semua negara akan menerapkan (AEoI) di 2018. Memang sudah harus transparan soal pajak. Tapi sebenarnya pemerintah juga sudah mengeluarkan kebijakan amnesti pajak. Tentu orang sudah tahu bagi yang ikut amnesti pajak terkait transparansi pajak," ujar Yanto.
Dia tidak menampik, industri perbankan, asuransi, dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) harus mematuhi kebijakan itu. Sementara terkait risiko, Yanto menilai, belum bisa diprediksi lantaran belum diimplementasikan secara maksimal.
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Direktur Keuangan PT Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk Yanto J Wibisono menilai kebijakan ini akan disikapi dengan hati-hati oleh Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator keuangan.
Menurutnya, sekarang ini semua negara sudah menyetujui untuk adanya transparansi dari aspek pajak. Pemerintah Indonesia juga sudah mengeluarkan kebijakan tersebut dan tentunya semua Lembaga Jasa Keuangan (LJK) harus mendukung kebijakan dimaksud.
Menurutnya, tren saat ini juga mengarah kepada transparansi. Negara seperti Singapura sejak tahun lalu semakin meningkatkan tranparansinya seperti untuk buka rekening baru. Berbeda dengan sebelumnya yang sangat mudah.
"Negara seperti Singapura yang lebih maju saja sudah menuju tranparansi, apalagi di sini. Seharusnya dengan adanya tax amnesty lalu semua sudah terbuka soal kekayaannya. Semoga jumlah yang belum melaporkan itu tidak banyak. Sejauh ini nasabah kami tidak ada tanda kepanikan," terangnya.
Pelaku industri keuangan berharap pemerintah komitmen dalam menjaga kerahasiaan data keuangan nasabah. Hal ini disampaikan Direktur Utama BRI Suprajarto yang mengatakan pihaknya akan patuh pada kebijakan Automatic Exchange of Financial Account Information (AEOI).
Hal ini diperkuat janji pemerintah untuk menjaga kerahasiaan data nasabah dan adanya aturan ketat bagi oknum yang membocorkannya. "Kita harus tunduk AEOI karena sudah diratifikasi dan pemerintah janji akan menjaga apa yang didapat tetap rahasia. Ada aturan yang ketat untuk pihak yang membocorkan. Kalau tinggal di Indonesia harus taat aturannya," ujar dia saat dihubungi, Jakarta, kemarin.
Perppu Keterbukaan Data Nasabah Beri Keuntungan bagi Bank | PT Kontak Perkasa Futures
Detail aturan turunan yang dibutuhkan termasuk sejauh mana kewenangan petugas Direktorat Jenderal Pajak bisa mendapatkan data tersebut. Bahkan perlu keselarasan antara aturan yang akan diterbitkan dengan Undang-Undang yang telah ada.
"Seperti siapa yang diberi wewenang, masukan kami harus jelas diberikan ke pejabat setingkat apa, untuk kepentingana apa. Jadi upaya yang bagus dari pemerintah untuk mendapatkan data informasi pajak bisa tercapai. Kan UU perbankan masih ada sehingga perlindungan nasabah juga masih ada," pungkasnya.
Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Hari Siaga mengharapkan hal yang serupa. Namun demikian, dirinya berharap aturan turunan daripada Perppu keterbukaan data nasabah bisa segera diterbitkan guna memberi mekanisme detailnya seperti apa.
"Memang itu kan Perppu masih umum, itu musti diterjemahkan lebih detil. Karena bisnis bank ini kan menyangkut masalah kepercayaan. Ini yang harus dijaga, untuk itu harus dijelaskan aturan pelaksanaannya seperti apa," jelas dia.
Dengan adanya Perppu itu potensi dana untuk masuk ke Indonesia lebih besar. Jadi sangat berpotensi menambah likuiditas. Karena bukannya keluar tapi (dana) ke dalam (negeri). Mau ditaruh di mana karena di luar sama di dalam sama (terbuka datanya)," ujarnya, di Sukabumi, Jawa Barat, Minggu 21 Mei 2017.
Dirinya mencontohkan, keberhasilan menarik dana dari luar negeri telah dibuktikan dalam program pengampunan pajak atau amnesti pajak. Sehingga kemudian dengan adanya keterbukaan data dengan negara lain maka dana yang diparkir di luar negeri bisa ditarik masuk ke dalam negeri.
Sejumlah bankir memandang adanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Akses Keterbukaan Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan bisa berdampak positif. Salah satunya adalah guna menarik dana dari Indonesia yang selama ini disimpan di luar negeri.
Sekretaris Perusahaan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Rohan Hafas mengaku, pihaknya mendukung penuh adanya aturan tersebut. Apalagi pembukaan data ini bertujuan untuk mengimplementasikan perjanjian pertukaran informasi keuangan secara otomatis atau Automatic Exchange of Financial Account Information (AEoI) di antara negara anggota G20.