Kedua tokoh ini bertemu untuk membahas sejumlah langkah untuk membantu penyelesaian krisis kemanusiaan Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar. Presiden Joko Widodo melakukan pertemuan dengan mantan Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa-Bangsa Kofi Annan di sela-sela acara Bali Democracy Forum(BDF) ke IX di Nusa Dua Bali.
Dalam pertemuan sebelum pembukaan Bali Democracy Forum IX, Presiden juga mengatakan akan mengirim bantuan logistik secepatnya ke Myanmar. "Saya juga telah memerintahkan kepada menteri untuk menyiapkan bantuan secepat-cepatnya untuk bisa dikirim," ujar Presiden.
"Mr. Kofi Annan adalah ketua Advisory Committee untuk Rakhine State, jadi kita telah berbicara banyak dan dalam diskusi tadi beliau menyampaikan mengenai langkah-langkah yang perlu kita ambil dalam membantu kemanusiaan yang ada di Rakhine State," kata Presiden Joko Widodo, Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis(8/12/2016).
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan bahwa Kofi Annan yang juga sekaligus menjabat sebagai Chairman Kofi Annan Foundation, mengapresiasi langkah pemerintah Indonesia dalam membantu menyelesaikan masalah yang terjadi di negara bagian Rakhine.
"Untuk langkah yang lebih panjang ada beberapa hal yang diperlukan dan kita sudah bahas dengan state counsellor Aung San Suu Kyi yakni pemberian kapasitas di bidang Good Government Democracy dan juga di bidang HAM. Ini program sudah kita lakukan tapi akan diteruskan karena ini merupakan hal penting," ujar Menlu Retno.
Selain langkah jangka pendek, Menteri Retno juga mengaku telah mendapat instruksi dari Presiden untuk mempersiapkan langkah jangka panjang. Turut mendampingi Presiden Joko Widodo dalam pertemuan tersebut yaitu Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Jenis bantuan yang akan dikirim oleh Indonesia dalam waktu dekat adalah dalam bentuk makanan dan selimut. Presiden mengatakan, berdasarkan komunikasi dengan Myanmar, jenis bantuan itulah yang saat ini dibutuhkan oleh masyarakat Rohingya di sana.
Mantan Sekjen PBB Kofi Annan Serukan Revitalisasi Demokrasi | PT Kontak Perkasa Futures
Demokrasi, ujarnya, adalah sebuah kebiasaan yang harus dilatih. Untuk itu, semua orang harus belajar satu sama lain dan berbagi pengalaman lewat dialog atau sebuah forum seperti halnya Bali Democracy Forum. "Hanya dengan demikian, maka tujuan semua agama yakni cinta kasih dan saling menghormati dapat tercapai," imbuhnya.
Keuntungan dari globalisasi di dunia belum terbagi dengan rata. Salah satu penyebabnya adalah tidak berjalannya demokrasi dengan baik sehingga keuntungan tersebut hanya dinikmati oleh orang-orang yang terpilih lewat mekanisme pemilihan umum. Pendapat tersebut dikemukakan oleh mantan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan dalam Bali Democracy Forum 2016.
Pria berusia 78 tahun itu menyerukan agar warga dunia menerima tantangan untuk merevitalisasi demokrasi. Setiap pemimpin atau pemerintahan di dunia tidak boleh memanfaatkan demokrasi demi keuntungan pribadi, karena hal itu akan membuat demokrasi menjadi rentan.
Bagi Annan, demokrasi tidak hanya melulu soal pemilihan umum, tetapi juga menjamin hak setiap orang secara adil tanpa memandang latar belakangnya. "Butuh sebuah pemerintahan yang inklusif untuk menjalankan demokrasi. Kita juga harus sadar bahwa masa depan demokrasi memang sulit, maka dibutuhkan kepemimpinan yang kuat dari setiap pemimpin dunia," sambung Sekjen PBB periode 1997-2006 itu. Menurut Annan, tidak ada orang yang terlahir demokratis.
Diplomat asal Ghana itu meyakini rakyat suatu negara akan memilih jalan kekerasan ketika mereka merasa tidak dapat mengubah keadaan lewat kotak suara. Demokrasi hanya dapat berjalan lewat pemilihan umum yang berintegritas. "Pemilihan umum yang berintegritas tidak hanya berlangsung dengan bebas dan adil serta memberikan kekuasaan yang sah kepada pemenang, tetapi juga memberi jaminan keamanan bagi pihak yang kalah," tutur Kofi Annan dalam sambutannya pada pembukaan Bali Democracy Forum 2016 di Nusa Dua, Bali, Kamis (8/12/2016).
PT Kontak Perkasa Futures