Sengketa Biodiesel, Indonesia Gugat Uni Eropa di WTO | PT Kontak Perkasa Futures Cabang Plz. Marein
Menurutnya minyak sawit menjadi bagian dari solusi mengurangi emisi gas rumah kaca dan berkontribusi positif pada peningkatan permintaan biofuel sebagai pengganti bahan bakar fosil. Minyak sawit merupakan minyak nabati paling produktif. Produksi sawit mencapai 4,27 ton per ha per tahun, sedangkan rapeseed hanya 0,60 ton, bunga matahari 0,52 ton, dan kedelai 0,45 ton.
Untuk meluruskan hal ini, Enggar mengatakan akan melakukan komunikasi dengan pihak lainnya seperti duta besar Uni Eropa. Selain itu, pemerintah juga membawa permasalahan ini ke seluruh forum-forum lembaga dunia seperti pertemuan G 20. Bahkan Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya dan Menteri Pertanian Amran Sulaiman juga menyampaikan protes keras. "Pemerintah akan mengambil langkah," ujarnya.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menganggap resolusi ini merupakan tindakan diskriminatif dan berlawanan dengan posisi Uni Eropa sebagai champion of open, rules based free, and fair trade. "Resolusi ini juga menggunakan data dan informasi yang tidak akurat dan akuntabel, serta melalaikan pendekatan multi-stakeholders," kata Retno dalam keterangannya akhir pekan lalu.
Dia menekankan minyak sawit bukanlah penyebab utama deforestasi. Berdasarkan kajian Komisi Eropa tahun 2013, dari total 239 juta hektare (ha) lahan yang mengalami deforestasi secara global sepanjang 20 tahun, 58 juta ha diakibatkan sektor peternakan, 13 juta ha dari kedelai, 8 juta ha dari jagung, dan 6 juta ha dari minyak sawit. Artinya, minyak sawit dunia hanya berkontribusi 2,5 persen terhadap deforestasi global.
Saya sudah mengirimkan surat secara resmi kepada Menteri Uni Eropa bahwa kami sangat berkeberatan, karena apa yang disampaikan tidak ada dasarnya dan patut diduga atau ditengarai bahwa ini ada kepentingan bisnis," kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (10/4).
Kepentingan bisnis yang dimaksudnya terkait dengan minyak-minyak nabati yang dihasilkan negara-negara Eropa. Enggar mempertanyakan kenapa minyak produksi Eropa tidak dipersoalkan terkait deforestasinya. Padahal, minyak sawit ini cukup penting bagi Indonesia dari sisi perekonomian. Enggar menyatakan, bisnis sawit ini sama pentinggnya dengan perusahaan Airbus di Eropa.
Enggar kembali menekankan, resolusi terkait sawit yang dikeluarkan oleh Parlemen Eropa ini mengada-ada. Alasannya, banyak petani dan tenaga kerja yang cukup berar yang bergantung dari bisnis sawit di Indonesia ini. Sehingga, Enggar tidak mengerti, Hak Asasi Manusia (HAM) mana yang dilanggar oleh Indonesia dalam melakukan bisnis sawit ini.
"ISPO sudah kita lakukan, jadi terlalu mengada-ada kalau hal ini disampaikan di Parlemen Eropa walaupun non-binding," ujar Enggar. Dia khawatir Parlemen Indonesia akan melakukan hal yang sama terhadap produk-produk Eropa. Dampaknya, situasi perdagangan antar negara pun menjadi tidak kondusif akibat adanya perang dagang ini.
Parlemen Uni Eropa mengeluarkan resolusi soal sawit, karena dianggap masih menciptakan banyak masalah dari deforestasi, korupsi, pekerja anak, sampai pelanggaran HAM. Menanggapi resolusi ini, pemerintah telah mengirimkan surat keberatan, karena dianggap diskriminatif.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan resolusi yang dikeluarkan oleh Parlemen Eropa terkait sawit, khususnya di Indonesia ini masih belum merupakan keputusan yang mengikat. Dia juga menganggap resolusi ini sarat dengan kepentingan bisnis.
Mendag: Tuduhan Eropa Soal Sawit Indonesia Tidak Berdasar | PT Kontak Perkasa Futures Cabang Plz. Marein
Enggar mencurigai ada kepentingan bisnis yang menunggangi keputusan tersebut. Menurutnya, Indonesia telah memiliki Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang bersifat mandatoris dengan fokus pada perlindungan dan pengeloaan lingkungan, terlebih di Indonesia sendiri industri sawit menyangkut para petani dan tenaga kerja yang cukup besar.
"Dan patut ditengarai ini ada kepentingan bisnis yang lain, pertanyaannya kenapa minyak mereka tidak dipersolakan? Deforestasy mereka juga lakukan karena dalam satu proses penggundulan dan menanam itu kita sampaikan," jelas Enggar.
Menurutnya, dengan dikeluarkannya laporan tersebut, dikhawatirkan akan menimbulkan perang dagang antaranegara, dirinya pun sangat menghindari hal tersebut dan akan melalui proses yang ada secara resmi kepada menteri terkait dan duta besar Uni Eropa.
"Tanpa bermaksud mengancam tapi bukan mustahil parlemen Indonesia pun akan mempunyai pendapat serupa atas produk Eropa," pungkas Enggar.
Industri kelapa sawit Indonesia kembali bermasalah di benua biru. Parlemen Eropa secara khusus menyebut industri sawit Indonesia adalah persoalan besar yang dikaitkan dengan isu korupsi, pekerja anak, pelanggaran HAM, penghilangan hak masyarakat adat dan lain-lain
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menilai, Resolusi Parlemen Eropa tentang Palm Oil and Deforestation of Rainforests yang disahkan melalui pemungutan suara pada sesi pleno di Strasbourg 4 April 2017 sangat tidak berdasar, dirinya mengaku telah melayangkan surat kepada pihak terkait mengenai keberatan tersebut.
"Saya sudah mengirimkan surat secara resmi kepada Menteri Uni Eropa kami sangat berkeberatan untuk itu, karena apa yang disampaikan itu tidak ada dasarnya," ujar Enggar di Kantor Menko Perekonomian, Banteng, Jakarta Pusat, Senin (10/4)
Indonesia Nilai Resolusi Parlemen Eropa Diskriminatif | PT Kontak Perkasa Futures Cabang Plz. Marein
Sangat aneh bahwa resolusi merekomendasikan promosi minyak rapeseed dan bunga matahari, yang berdasarkan data justru tidak lebih baik dari minyak sawit," kata pernyataan dari Kemlu RI.
Pemerintah Indonesia juga menilai bahwa resolusi parlemen Eropa itu mengesampingkan hak hidup petani kecil ladang sawit. Terdapat 16 juta orang yang secara langsung dan tidak langsung tergantung pada sektor kelapa sawit. Sebanyak 41 persen produksi minyak sawit dihasilkan oleh petani kecil di pedesaan.
"Resolusi itu juga mengabaikan upaya keras yang terus dilakukan Pemerintah dan pemangku kepentingan di Indonesia dalam menjaga dan menyeimbangkan isu pembangunan dan lingkungan hidup, termasuk moratorium ekspansi lahan kelapa sawit, skema kolaboratif antara pemerintah-swasta-masyarakat madani untuk restorasi gambut, praktik-praktik manajemen berkelanjutan dalam pengelolaan sawit," demikian pernyataan Pemerintah RI yang disampaikan oleh Kemlu RI.
erdasarkan kajian Komisi Eropa pada 2013, dari total 239 juta hektar (ha) lahan yang mengalami deforestasi secara global dalam kurun waktu 20 tahun, 58 juta ha terdeforestasi akibat sektor peternakan (livestock grazing), 13 juta ha akibat penanaman kedelai, delapan juta hektar dari jagung, dan enam juta hektar dari minyak sawit. Dengan kata lain, total minyak sawit dunia hanya berkontribusi kurang lebih sebesar 2,5 persen terhadap deforestasi global.
Bahkan, minyak sawit menjadi bagian dari solusi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan berkontribusi positif pada peningkatan permintaan global biofuel sebagai pengganti bahan bakar fosil. Minyak sawit sejauh ini merupakan minyak nabati paling produktif dalam hal perbandingan luas lahan dan hasil produksi.
Untuk itu, Pemerintah RI menilai bahwa skema sertifikasi tunggal yang diusulkan dalam Resolusi Parlemen Eropa berpotensi meningkatkan hambatan yang tidak perlu dalam perdagangan (unnecessary barriers to trade) dan kontraproduktif terhadap upaya peningkatan kualitas minyak sawit yang berkelanjutan.
Indonesia sudah memiliki Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang bersifat mandatoris dengan fokus pada perlindungan dan pengeloaan lingkungan. Oleh karena itu, rekomendasi pengurangan secara bertahap (phasing out) penggunaan minyak sawit dalam resolusi parlemen Eropa itu dinilai bersifat proteksionis.
Menurut pemerintah RI, Resolusi Parlemen Eropa menggunakan data dan informasi yang tidak akurat dan akuntabel terkait perkembangan minyak kelapa sawit dan manajemen kehutanan di negara-negara produsen minyak sawit, termasuk Indonesia. Resolusi itu juga melalaikan pendekatan multistakeholders. Pemerintah Indonesia menekankan bahwa penanaman minyak sawit bukanlah penyebab utama kebotakan hutan atau deforestasi.
Pemerintah Indonesia menilai Resolusi Parlemen Eropa tentang Palm Oil and Deforestation of Rainforests yang disahkan melalui pemungutan suara pada sesi pleno di Strasbourg 4 April 2017 mencerminkan tindakan diskriminatif terhadap minyak kelapa sawit.
"Tindakan diskriminatif ini berlawanan dengan posisi Uni Eropa sebagai champion of open, rules based free, and fair trade," kata pernyataan pers dari Kementerian Luar Negeri di Jakarta dikutip dari Antara, Senin 10 April 2017.
Kontak Perkasa Futures