KPK Masih 'Bedah' Bukti Kasus Dugaan Suap Eks Dirut Garuda | PT Kontak Perkasa Futures Pusat
Emirsyah diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Soetikno sebagai pemberi suap djerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Emirsyah diduga menerima suap dari Soetikno. Suap tersebut diberikan dalam bentuk uang dan barang.
Fulus yang diterima Emirsyah senilai 1,2 juta euro dan USD180 ribu atau setara Rp20 miliar. Sedangkan barang yang diterima senilai USD2 juta tersebar di Singapura dan Indonesia.
Febri mengakui KPK memerlukan waktu lebih lama dalam menganalisis dokumen tersebut karena membutuhkan ketelitian untuk menemukan indikasi perbuatan yang melanggar hukum.
Sebelumnya, Emir ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan 11 pesawat Airbus A330-300 pada 2012 silam oleh PT Garuda Indonesia.
KPK menetapkan Emirsyah dan beneficial owner Cannaught International Pte. Ltd, Soetikno Soedarjo, sebagai tersangka. Keduanya tersandung kasus dugaan suap pengadaan mesin pesawat dari Rolls Royce P. L. C pada PT Garuda Indonesia (Persero).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan masih perlu waktu untuk membedah barang bukti kasus dugaan suap pada pengadaan di PT Garuda Indonesia yang menjerat eks Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar.
"Penyidikannya masih jalan, Tim masih dalami dokumen hasil geledah sebelumnya", kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, Selasa 16 Mei 2017.
KPK masih mendalami pemeriksaan pada dua tersangka | PT Kontak Perkasa Futures Pusat
KPK menduga suap tersebut terkait pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia pada periode 2005-2014.
Uang dan aset yang diberikan kepada Emir diduga diberikan Rolls-Royce agar perusahaan asal Inggris tersebut menjadi penyedia mesin bagi maskapai penerbangan nomor satu di Indonesia.
KPK menduga suap tersebut terkait pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia pada periode 2005-2014.
Uang dan aset yang diberikan kepada Emir diduga diberikan Rolls-Royce agar perusahaan asal Inggris tersebut menjadi penyedia mesin bagi maskapai penerbangan nomor satu di Indonesia.
Sebelumnya, mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK setelah diduga menerima suap dalam bentuk transfer uang dan aset yang nilainya diduga lebih dari 4 juta dollar AS, atau setara dengan Rp 52 miliar dari perusahaan asal Inggris Rolls-Royce.
Selain Emirsyah Satar, KPK juga menetapkan pihak swasta bernama Soetikno Soedarjo sebagai tersangka. Soetikno yang merupakan beneficial owner Connaught International Pte Ltd, diduga bertindak sebagai perantara suap.
"Yang sedang dicari bukti indikasi dari dua tersangka yang sedang diproses dan apa saja hal lain di lingkaran tersebut," ujar Febri.
Ketika proses analisis selesai dan ada dokumen yang perlu diklarifikasi lebih lanjut, maka ada pemeriksaan saksi-saksi," ujar Febri.
Saat disinggung apakah dari pemeriksaan dokumen ada pihak lain lagi yang terlibat, Febri menyatakan saat ini KPK masih mendalami pemeriksaan pada dua tersangka.
"Cukup banyak dokumen yang harus dipelajari, terutama dokumen-dokumen hukum, hubungan kontrak jual, yang tidak hanya bahasa Indonesia tentunya, ada bahasa yang lain," ujar Febri.
Selain perlu waktu, perlu kehati-hatian juga dalam memeriksa dokumen terkait kasus ini.
Penyidik KPK, lanjut Febri, masih mempelajari dokumen hasil penggeledahan sebelumnya. Menurut Febri, KPK perlu waktu untuk menelaah dokumen yang didapat dari hasil penggeledahan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan masih melakukan penyidikan kasus suap yang melibatkan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar.
"Penyidikan masih berjalan saat ini," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (16/5/2017).
KPK Kaji Berbagai Dokumen Hasil Penggeledahan Terkait Suap Pembelian Pesawat | PT Kontak Perkasa Futures Pusat
KPK menetapkan Emirsyah Satar sebagai tersangka karena diduga menerima suap sejumlah 1,2 juta EURO (€), US$ 180,000 atau setara Rp 20 milyar, dan dalam bentuk barang senilai US$ 2 juta dari Soetikno.
Atas perbuatan tersebut KPK menyangka Emirsyah Satar melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Sedangkan Soetikno disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Febri menambahkan, "Tentu butuh waktu dan ketika proses anlisis ini sudah selesai dan ada point yang perlu diklarifikasi pada saksi, maka akan dilakukan pemeriksaan saksi lagi," katanya.
Yang sedang dicari, lanjut Febri, adalah bukti-bukti terkait indikasi perbuatan dari dua orang tersangka yang diproses. "Dan apa saja hal lain dalam kasus tersebut," katanya.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan mantan Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, dan Beneficial Owner Connaught International Pte. Ltd dan juga pendiri Mugi Rekso Abadi (MRA), Soetikno Soedarjo.
Kontrak menggunakan bahasa Inggris bukan merupakan kendala bagi KPK. Namun yang membutuhkan waktu cukup lama, adalah analisis dari dokumen-dokumen tersebut.
"Proses analisis dan kajian butuh waktu dan ketaletenan karena kita sedang dalami kasus korupsi dan karakter korupsi itu terkait dokumen-dokumen, tentu harus hati-hati dalam proses baca dan analisis dan juga sampai menemukan indikasi perbuatan melawan hukum," katanya.
Penyidikan masih berjalan, tim sedang pelajari dokumen hasil penggeledahan sebelumnya dan cukup banyak dokumen yang harus dipelajari," kata Febri Diansyah, juru bicara KPK, di Jakarta, Selasa (16/5).
Dokumen yang disita tersebut, lanjut Febri, khususnya dokumen hukum kontraktual yang tidak menggunakan Bahasa Indonesia, melaikan menggunakan bahasa asing. "Dan Kita memerlukan pendalaman informasi," ujarnya.
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mengkaji sejumlah dokumen dari hasil penggeledahan terkait kasus suap pembelian mesin pesawat Rolls Royce dan pesawat Airbus untuk maskapai Garuda Indonesia.