Pemanduan di Selat Malaka dan Selat Singapura dibahas khusus oleh tiga negara | PT Kontak Perkasa Futures Cabang Yogyakarta
Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan telah menargetkan pada tahun ini dapat melayani pemanduan kapal yang melintasi Selat Malaka dan Selat Singapura.
"Kesiapan pemanduan ini guna memperkuat keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim di perairan teritorial Indonesia, karena Selat Malaka dan Selat Singapura memiliki peran yang sangat penting berkaitan dengan pelayaran internasional dan ini juga menjadi fokus perhatian dari International Maritime Organization (IMO)," tutur Tonny.
Tonny menyebutkan, data yang ada pada Kementerian Perhubungan terdapat sekitar 70-80 ribu kapal pertahun, baik itu kapal kargo maupun kapal tanker yang berlayar melintasi selat ini.
Melihat padatnya kondisi jalur pelayaran di selat tersebut tentunya juga rawan terhadap kecelakaan di laut.
"Begitu pentingnya keselamatan pelayaran di Selat Malaka dan singapura, pemanduan di Selat Malaka dan Selat Singapura dibahas khusus oleh tiga negara, Indonesia, Malaysia dan Singapura dalam forum Tripartite Technical Expert Group (TTEG) yang diselenggarakan tiap tahun," kata Tonny.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut, A. Tonny Budiono mengatakan, pemanduan di wilayah Selat Malaka dan Selat Singapura menjadi sangat penting, terutama dalam menjamin keselamatan pelayaran bagi kapal-kapal yang berlayar.
Jaga kedaulatan bangsa, pemandu kapal di Selat Malaka dioperasikan | PT Kontak Perkasa Futures Cabang Yogyakarta
"Dari data yang ada, sekitar 70 sampai 80 ribu kapal per tahun menggunakan jalur ini, baik kapal kargo maupun kapal tanker yang berlayar dan melintas sehingga rawan terhadap kecelakaan di laut. Karenanya pemanduan menjadi sangat penting," jelasnya.
Traffic tersebut terus menunjukkan angka peningkatan sekitar 2 persen setiap tahunnya. Saat ini (2016), kapal yang beroperasi sudah mencapai 82.850 kapal per tahun atau 226 kapal per hari.
Untuk angka kecelakaan kapal dari tahun 2010 hingga 2015 tercatat 331 kejadian di Selat Malaka-Selat Singapura. Dengan kata lain setiap pekan terjadi satu hingga dua kecelakaan. Kondisi demikian menyebabkan kerugian materi hingga miliaran USD. "Selain kerugian materi, kecelakaan kapal juga menyebabkan kerusakan lingkungan maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura yang nilainya tidak terbatas," terangnya.
Kedua, Perairan Pandu Luar Biasa yang merupakan wilayah perairan yang tidak wajib dilakukan pemanduan. Akan tetapi, apabila nahkoda memerlukan pemanduan maka dapat mengajukan permintaan jasa pemanduan. Perairan Selat Malaka dan Selat Singapura sendiri disampaikan masuk dalam kategori Perairan Pandu Luar Biasa.
Hanya saja, lanjut Menhub, kawasan terpenting di Kawasan Asia Tenggara dengan sepanjang 550 mil laut tersebut merupakan salah satu jalur sempit. Di jalur ini setiap tahunnya dilalui ribuan kapal dari berbagai negara.
Mengenai wewenang yang diberikan kepada Pelindo I sebagai operator yang memandu kapal asing dan domestik di Selat Malaka sendiri diputuskan melalui Keputusan Nomor BX.28/PP 304 tentang Pemberian Izin kepada PT Pelindo I melaksanakan Pelayanan Jasa Pemanduan dan Penundaan Kapal pada Perairan Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura.
Sementara merujuk Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, wilayah perairan Indonesia terbagi dalam dua jenis pemanduan. Pertama Perairan Wajib Pandu yang merupakan wilayah perairan yang karena kondisinya wajib dilakukan pemanduan bagi kapal berukuran 500 gross tonnage atau lebih.
Dijelaskan, sejak pertemuan di Bandung awal tahun lalu, pihaknya terus melakukan negosiasi diplomatik dengan Pemerintah Malaysia dan Singapura setelah sebelumnya berkonsultasi dengan Organisasi Maritim Internasional (IMO). Kepada Malaysia dan Singapura, ditunjukkan bagaimana dasar-dasar hukum bahwa pemanduan harus dilakukan Indonesia. Melalui berbagai cara profesional itu, dua negara tersebut tidak bisa menolak dan menyangkalnya ketika dibahas dalam meja perundingan.
"Selama ini kita tidak mengetengahkan hal yang legal, yang strategis dan diakui dunia kepada mereka (Malaysia & Singapura). Begitu kita sampaikan yang legal dan memang rekomendasi IMO harus dilaksanakan. Jadi kita memang harus serius," ungkapnya.
Kementerian Hubungan menepis adanya anggapan bahwa pemerintah tidak mampu melaksanakan pemanduan di Selat Malaka. Sebab, eksekusi pemanduan baru bisa dilaksanakan sekarang, sementara rencana sudah dicanangkan sejak lama.
Sejauh ini, kata dia, harus diakui belum ada keseriusan mengeksekusi pemanduan kapal di Selat Malaka. Padahal 80 persen perairan Selat Malaka sangat jelas berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Saya lihat memang selama ini belum ada keseriusan yang mendalam. Belum melihat ini bagian yang strategis, (padahal) ini sangat strategis tidak saja hanya soal kedaulatan tapi keuntungan bisnis untuk negara melalui BUMN," terang Budi.
Kondisi ini juga dilihat dari wilayah perairan di Selat Malaka menyangkut kedaulatan bangsa sekaligus keamanan pelayanan kapal. Dengan adanya pemanduan kapal, diharapkan nantinya Pelindo I diberi wewenang Kementerian Perhubungan memandu kapal asing dan domestik di Selat Malaka, dapat memberikan tambahan bagi pemasukan negara.
"Saya bangga dan mengapresiasi apa yang dicapai ini. Kita berjuang untuk hak yang semestinya sejak dulu kita jalankan. Saya mengamanahkan Pelindo I untuk mewakili negara di Selat Malaka," jelasnya.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan pemanduan kapal di Selat Malaka memiliki fungsi strategis. Kondisi ini berkaitan dengan keamanan, harga diri bangsa dan nilai ekonomis bagi Indonesia.
"Selain masalah keamanan, juga menyangkut harga diri bangsa selain ada nilai ekonominya," kata Budi usai meresmikan Pelayanan Jasa Pemanduan Selat Malaka dan Selat Singapura di Harbour Bay Batam, Senin (10/4). Seperti diberitakan Antara.
RI Komitmen Lakukan Pemanduan di Selat Malaka | PT Kontak Perkasa Futures Cabang Yogyakarta
Menhub meminta kepada PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) agar melaksanakan pelayanan pemanduan secara profesional dan kompetitif dengan menyiapkan tenaga pandu yang profesional sehingga akan terjamin keselamatan pelayaran.
Perairan Selat Malaka dan Selat Singapura merupakan salah satu kawasan terpenting jalur laut di kawasan Asia Tenggara. Kawasan sepanjang 550 mil laut itu salah satu jalur laut sempit namun banyak dilalui ribuan kapal dari berbagai negara setiap tahunnya.
"Dari data yang ada sekitar 70 sampai dengan 80 ribu kapal per tahun menggunakan jalur ini, baik itu kapal kargo maupun kapal tanker, yang berlayar melintasi Selat ini sehingga rawan terhadap kecelakaan di laut," kata Menhub Budi.
Kondisi tersebut menjadikan pemanduan di wilayah Selat Malaka dan Selat Singapura menjadi penting, terutama dalam menjamin keselamatan pelayaran kapal-kapal.
Komitmen Indonesia untuk melaksanakan pemanduan di Selat Malaka dan Selat Singapura ini menjadikan Indonesia sebagai negara pertama yang siap dalam melaksanakan pemanduan di selat itu.
Sebagai dasar hukum, kata Budi, Kementerian Perhubungan telah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Nomor. HK.103/2/4/DJPL-17 tentang Sistem dan Prosedur Pelayanan Jasa Pemanduan dan Penundaan Kapal pada Perairan Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura, serta Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor.
PU.63/1/8/DJPL.07 tentang Penetapan Perairan Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura.
Ia mengatakan proses beroperasinya pemanduan di Selat Malaka dan Selat Singapura merupakan hasil perjuangan yang panjang Pemerintah Indonesia melalui pembahasan antar-Negara Pantai yang terdiri atas Indonesia, Malaysia, dan Singapura dalam "Forum Tripartite Technical Expert Group" (TTEG) dalam kurun dasa warsa.
Upaya itu, hingga pertemuan Forum TTEG ke-41 di Yogyakarta yang ditindaklanjuti dengan pertemuan "Intersessional Meeting of The Working Group on Voluntary Pilotage Services in Straits of Malacca and Singapore" yang diselenggarakan di Bandung pada Januari 2017.
Pemerintah Indonesia, kata Budi, melalui Kementerian Perhubungan secara resmi menyampaikan kesanggupan untuk melaksanakan pemanduan Selat Malaka dan Selat Singapura dengan target pelaksanaan pada 2017.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meluncurkan pemanduan kapal di Selat Malaka dan Selat Singapura . Tujuannya untuk meningkatkan keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim, serta menjaga kedaulatan wilayah teritorial Indonesia.
"Ini merupakan langkah historis, strategis, penting, dan ekonomis bagi Indonesia untuk menjaga kedaulatan maritim Indonesia," kata Menhub Budi kepada pers di Jakarta, Senin (10/4).
Hal tersebut disampaikan usai beroperasinya pemanduan di Perairan Selat Malaka dan Selat Singapura oleh Operator Pemanduan yang secara resmi ditunjuk Pemerintah Indonesia, yaitu PT Pelabuhan Indonesia I (Persero).
Kontak Perkasa Futures