Film terbarunya yang diberi judul Setan Jawa | PT. Kontak Perkasa Futures Cabang Balikpapan
Untuk penampilan di Melbourne, komposisi musik orkestra gamelan Supanggah akan berkolaborasi dengan Melbourne Symphony Orchestra.
Grandage mengatakan, dirinya telah berdiskusi dengan Supanggah untuk menyatukan musik gamelan dan orkestra yang digawanginya dalam memberi napas pada film bisu Garin.
"Ini akan menjadi terobosan baru ketika musik tradisi dan symphony orchestra berkolaborasi untuk satu pertunjukan, dan untuk sebuah film bisu yang hitam putih," ujarnya.
Butuh waktu dua tahun buat Garin untuk mewujudkan proyek personalnya ini sejak pertama kali digagas pada awal 2014.
Setelah melalui proses panjang lewat sejumlah workshop mini, uji coba komposisi, koreografi, dan pengambilan gambar, film Setan Jawa dijadwalkan diputar perdana pada 3 dan 4 September 2016 di Gedung Teater Jakarta, TIM.
Perilisan film di Jakarta merupakan penampilan pertama sebelum diputar di Opening Night of Asia Pacific of Performing Arts di Melbourne, pada Februari 2017.
"Film ini menyatukan perspektif kontemporer dengan tari tradisi, musik, dunia mistik, hingga fesyen dalam ruang bebas interpretasi," ujar Garin.
Berdurasi satu setengah jam, Setan Jawa bercerita tentang dunia mistis yang dialami oleh tiga tokoh utama yakni Setan Jawa (Luluk Ari), Setio (Heru Purwanto) dan Asih (Asmara Abigail).
Selama film berlangsung, para pemain musik Gamelan Orchestra lalu berperan memberi suara dan warna. Instrumen yang dimainkan mulai dari rebab, demung, trebang, kendang Jawa, bonang, angklung, gender, suling, dan vokal yang mewakili suara dan ekspresi Setio dan Asih.
Didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation, film terbaru Garin ini juga bekerjasama dengan sejumlah pihak, seperti Jala Adolphus sebagai produser, Kate Ben-Tovim dari Turning World, dan Iain Grandage seorang komposer dari Melbourne Symphony Orchestra.
"Sudah ada beberapa tawaran untuk menampilkan karya ini di luar negeri, seperti Singapura, dan London," Garin mengatakan. Nantinya, kata dia, tidak hanya orkestra gamelan, musik pengiring untuk Setan Jawa juga akan dapat diiringi oleh musik elektronik ataupun rock.
Kali ini, masih dengan semangat dan antusiasme yang sama, kolaborasi tersebut melahirkan Setan Jawa yang tidak sekadar menjadi tontonan, tapi juga sebuah pertunjukan hidup yang memukau, magis, serta membuat takjub.
"Ini menjadi film tarian, bisu, hitam putih dan diiringi langsung oleh musik orkestra gamelan pertama di dunia," ujar Garin pada pementasan yang digelar di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki.
Sutradara Garin Nugroho kembali memberikan kejutan, dan juga terobosan lewat film terbarunya yang diberi judul Setan Jawa. Dibuat dalam format bisu dan hitam putih, film yang menjadi peringatan 35 tahun berkarya ini diiringi musik hidup orkestra gamelan yang dikomposisi oleh komposer Rahayu Supanggah.
Ini bukan kali pertama Garin berkolaborasi dengan maestro seni tradisi Jawa yang biasa dipanggil Supanggah tersebut. Sepuluh tahun lalu, keduanya telah memberikan karya mengesankan lewat Opera Jawa.
Suguhan Dua Dunia Garin Nugroho yang Bikin Merinding | PT. Kontak Perkasa Futures Cabang Balikpapan
Selain para aktor dalam film yang bermain dengan baik, para maestro musik tradisi dari orkestra gamelan Rahayu Supanggah juga memberi permainan yang apik dan membuat takjub. Tarian tradisi yang dibawakan duo maestro tari Dorothea Quin (sebagai Ibu Asih) dan Rusini (nenek Asih) dalam salah satu adegan film membuat bulu kuduk merinding.
Setan Jawa memang fokus pada mistik Jawa sebagai fenomena kontemporer, akan tetapi tidak hanya itu, ia juga sekaligus bereksperimentasi lewat bahasa visual, dan menggabungkannya dengan teater, tari, dan musik tradisi-kontemporer.
Menonton Setan Jawa lalu bukan sekedar menyaksikan film bisu dan hitam putih, tapi juga menikmati musik hidup yang memberi pengalaman berbeda yang mungkin belum pernah dirasakan sebelumnya.
Setan Jawa adalah cara Garin menghadirkan dua dunia; yang nyata dan tidak nyata, atau yang realitas dengan yang bukan realitas secara bersamaan.
Menggunakan latar Indonesia di awal 1920-an, Garin seolah merunut sejarah ketika masyarakat Jawa meyakini akan berbagai macam bentuk ritual mistis, seperti pesugihan.
Ada beberapa macam jalan pintas menjadi kaya lewat bantuan gaib ini, antara lain pesugihan tuyul untuk mencuri uang di sekitar rumah, pesugihan bulus putih dengan meditasi di kolam tempat bulus putih, serta pesugihan kandang bubrah yang menjadi tema film.
Meski mudah dicerna, Garin masih menempatkan simbol-simbol dalam film yang tayang di setidaknya enam negara itu. Simbol-simbol tersebut merepresentasikan dua dunia tanpa batas, seperti simbol bulus yang merepresentasikan dunia bawah kosmologi Jawa, atau kepiting simbol dunia miring, atau alih-alih memiringkan dunia. Keduanya juga hidup dalam dua dunia, darat dan air.
Simbol lainnya terdapat di topeng tokoh setan pesugihan; topeng menjadi dunia setan, dan sosok pemakainya adalah dunia manusia.
Film Setan Jawa tidak berdiri sendiri. Garin berkolaborasi dengan komposer Rahayu Supanggah. Selama film berlangsung, yang dikonsep bisu dan hitam putih, para pemain musik tradisi dari Rahayu Supanggah Gamelan Orchestra lalu berperan memberi suara dan warna.
Ada sekitar 20 pengrawit yang duduk di hadapan layar menghadap penonton sembari memainkan sejumlah instrumen seperti rebab, demung, trebang,
kendang Jawa, bonang, cymbal, angklung Banyuwangi, gender, suling Bali, synthesizer, serta vokal.
Permainan musik mengikuti mood adegan dalam film. Harmonisasi yang pas dari para pemain musik membuat film yang tak bersuara dan tanpa warna itu, lalu menjadi hidup dan berasa nyata.
Suasana mistis menjalar lewat denting trebang tunggal, sementara riuh pasar diramaikan oleh bunyi kendang. Semua sahut menyahut bergantian mengikuti alur cerita. Ketika Asih dirundung malang dan ingin berteriak sekerasnya, vokal yang dibawakan salah satu penyanyi menyatu lewat ekspresi Asih di layar. Keduanya sama-sama menyayat hati.
Keduanya kemudian jatuh cinta. Namun nasib belum menjodohkan mereka. Kesal karena lamarannya ditolak, Setio pergi ke pasar mistis dan melakukan pesugihan kandang bubrah, jalan pintas untuk menjadi kaya lewat bantuan gaib, dan bersepakat dengan Setan Jawa.
Usaha Setio meminang Asih berhasil, akan tetapi sisa hidupnya harus dipenuhi segala konsekuensi atas pesugihan yang dilakukan.
Film terbaru Garin Nugroho, yang digarap dengan konsep bisu dan hitam putih, dibuka dengan adegan pengenalan tokoh Setan Jawa (Luluk Ari) yang digambarkan lewat sosok anak kecil yang dihukum oleh kolonial Belanda. Kematiannya yang mengenaskan menjadikannya setan yang berdiam di sebuah candi.
Adegan lalu berpindah ke Setio (Heru Purwanto), pemuda miskin yang hidup di gubuk reot, dan Asih (Asmara Abigail) putri bangsawan yang tinggal di rumah gedongan. Di sebuah pasar, keduanya secara tak sengaja bertemu dan saling pandang. Tusuk konde Asih tak sengaja jatuh dan dipungut Setio.
Setan Jawa, Film Bisu Pertama Garin Nugroho | PT. Kontak Perkasa Futures Cabang Balikpapan
Menampilkan Asmara Abigail sebagai Asih, Heru Purwanto sebagai Setio, dan Luluk Ari sebagai Setan Jawa, film yang ditampilkan di Gedung Teater Jakarta tanggal 3 dan 4 September 2016 ini (atau Cosmo lebih suka menyebutnya sebagai sebuah performance utuh) rasanya pantas disebut sebagai puncak karya untuk merayakan 35 tahun kehadiran seorang Garin Nugroho di dunia seni Tanah Air.
Setan Jawa merupakan film bisu hitam putih pertama karya Garin Nugroho yang diiringi musik gamelan aransemen Rahayu Supanggah. Keduanya dipertemukan kembali setelah 10 tahun lalu berkolaborasi dalam proyek Opera Jawa. Cosmo sendiri tak bisa membayangkan sebelumnya bagaimana film ini akan terasa dan bisa dinikmati. Tapi ketika film ini dimulai dan adegan dalam film berjalan harmonis dengan musik yang dibawakan secara langsung dengan 20 pengrawit (pemusik gamelan), yang tertinggal hanya decak kagum.
Film ini menyatukan perspektif kontemporer dengan tari tradisi, musik, hingga fashion dalam ruang bebas intrepretasi,” ungkap Garin Nugroho, produser sekaligus sutradara film yang sudah direncanakan sejak dua tahun lalu ini. Menurutnya juga, film bisu yang mengambil latar di awal abad 20 ini selaras dengan waktu tumbuhnya film hitam putih sekaligus merebaknya fashion, sastra, dan berbagai bentuk seni hiburan di puncak kolonialisme Belanda. Pada era ini pula, mistik Jawa tumbuh. Dalam konteks ini, pesugihan jadi populer untuk meraih masa depan yang lebih baik di tengah dunia baru yang penuh tekanan.
Film ini mengambil latar waktu di awal abad ke-20 dan bercerita tentang kisah cinta dan tragedi yang dialami Setio, pemuda dari desa miskin yang jatuh cinta dengan Asih, seorang putri bangsawan Jawa. Lamaran Setio yang ditolak orangtua Asih membuat Setio mencari jalan pintas dengan membuat kesepakatan bersama iblis yang dikenal sebagai Pesugihan Kandang Bubrah. Setelah kaya, Asih dan Setio pun menikah. Hingga akhirnya Asih tahu jika suami tercintanya ternyata mengabdi pada setan.
Di negeri tetangga, tepatnya di Melbourne, Garin memberi keterangan tanggal 2 September lalu di depan wartawan jika iringan musik yang ditampilkan tidak hanya gamelan. Di Australia, sekitar 20-25 pengrawit akan berkolaborasi dengan 150 pemusik orkestra. Tak hanya Australia, menurut sutradara kelahiran 6 Juni 1961 ini, Singapura, Inggris, dan Belanda bahkan telah siap untuk menampilkan Setan Jawa di tanah mereka.
Merayakan 35 tahun berkarya di industri film, Garin Nugroho didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation mempersembahkan Setan Jawa, sebuah film bisu yang mengangkat mitologi Jawa dan menyesuaikannya dalam film tari kontemporer yang terinspirasi oleh karya Friedrich Wilhelm Murnau, Nosferatu. Yang spesial, perilisan film Setan Jawa di Jakarta akan menjadi special preview sebelum diputar world premier di Opening Night of Asia Pacific Triennial of Performing Arts di Melbourne, Februari 2017.
Bagaimana orang biasanya merayakan hari jadi ke-35 tahun? Well, jika Anda bertanya pada sutradara sekaliber Garin Nugrho, ia akan membuat serangkaian karya seni untuk dipamerkan, termasuk membuat film bisu pertamanya yang musiknya diiringi langsung oleh gamelan. Amazing, right?