Robredo, 52 tahun, tidak memberi rincian tentang dugaan rencana buat menyingkirkannya dari jabatan wakil presiden. Tetapi kemenangan pemilu yang diraihnya telah dipertanyakan oleh rival terdekatnya dalam pemilihan, mantan Senator Ferdinand "Bongbong" Marcos Jr, putra sang diktator.
Namun, seiring penerimaan Duterte atas pengunduran diri Robredo, muncul laporan terpisah bahwa Robredo tidak secara sukarela mengundurkan diri dari jabatannya, melainkan mundur secara paksa. Penegasan laporan tersebut kabarnya dilontarkan oleh Ketua DPR Pantaleon Alvarez.
Robredo berasal dari partai presiden Filipina sebelumnya, Benigno Aquino. Pengunduran diri Robredo muncul di tengah badai politik atas keputusan Duterte mengizinkan penguburan diktator yang sudah lama mati Ferdinand Marcos di Taman Makam Pahlawan (TMP) dan aksi kekerasan berdarah terhadap pemberantasan narkoba yang dikhawatirkan pemerintah Barat dan pemantau hak asasi manusia.
Robredo adalah pejabat kedua yang mundur dari administrasi pemerintah Duterte dalam waktu kurang dari sepekan. Maria Serena Diokno berhenti sebagai kepala Komisi Sejarah Pemerintah, pada Selasa 29 November, untuk memprotes keputusan Duterte menguburkan Marcos di TMP.
Marcos Jr kalah dengan selisih tipis dari Robredo, janda seorang politisi populer yang membangun reputasinya sebagai tokoh yang jujur, walikota murah hati yang memakai sandal jepit saat bekerja dan mengulurkan tangannya bagi rakyat miskin di pedesaan.
Presiden Filipina, Rodrigo Duterte telah menerima keputusan Wakil Presiden Leni Robredo untuk mundur, dengan berat hati. Robredo selama ini merangkap jabatan sebagai Menteri Perumahan.
Laporan tersebut mengatakan bahwa Robredo diminta untuk meninggalkan posisinya karena Duterte telah kehilangan kepercayaan dalam diri Robredo.
"Kurangnya kepercayaan presiden pada Robredo yang membuat ia harus berhenti dari posisinya dan berhenti menghadiri pertemuan kabinet mulai Senin 5 Desember," sebut laporan tersebut, seperti dilansir Asian Correspondent, Selasa (6/12/2016).
Sabtu lalu, Robredo diberitahu melalui pesan teks bahwa ia harus berhenti menghadiri semua pertemuan kabinet mulai Senin. Lalu, untuk menanggapi perintah tersebut, dirinya mengeluarkan pernyataan atas pengunduran dirinya.
Disebut-sebut, Robredo mengetahui rencana untuk 'mencuri jabatannya'. Namun, ia mengatakan bahwa ia lebih memilih untuk mengabaikan rumor tersebut dan berfokus pada tugas-tugasnya.
Robredo pun mengakui bahwa ada perbedaan dengan Duterte dalam prinsip dan nilai-nilai, namun mereka mengesampingkan hal tersebut dan mereka bersatu untuk melayani warga Filipina.
Wapres Filipina Mundur dari Kabinet dan Pimpin Oposisi Lawan Duterte
Robredo, yang akan tetap wakil presiden, sering bentrok dengan Duterte dan memutuskan mundur dari peran kementeriannya sesudah diperintahkan melalui pesan singkat untuk tidak hadir dalam sidang kabinet.
Wakil Presiden Filipina Leni Robredo mundur dari kabinet pada Senin tapi bertekad memimpin oposisi dan menantang kebijakan Presiden Rodrigo Duterte, termasuk perang mematikannya terhadap narkotika dan upaya menerapkan kembali hukuman mati.
"Jika Anda tidak diizinkan menghadiri sidang kabinet, apa artinya?" katanya pada jumpa pers. "Saya akan menjadi pemimpin oposisi. Saya akan menentang kebijakan yang akan merugikan rakyat," katanya.
"Jabatan wakil presiden memang sudah dicuri dan pencurinya tidak lain adalah nyonya Robredo," kata Rodriguez.
Wanita itu terpilih menjadi wakil presiden pada Mei dalam pemilihan terpisah dan bukan pasangan Duterte dalam pemilihan presiden negara kepulauan tersebut. Robredo membaharui peringatannya akan kemunculan komplotan untuk menggesernya dari jabatan nomor dua dan menyatakan perintah dari Duterte itu sama artinya dengan dipecat.
Duterte menerima undur diri Robredo dari jabatan menteri perumahan "dengan berat hati", kata juru bicaranya, Ernesto Abella. Robredo, 52, mantan pengacara dan pegiat kemasyarakatan, menang pemilihan wakil presiden pada Mei dengan angka tipis, mengalahkan Ferdinand Marcos Jr, putra dari penguasa, yang digulingkan dalam pemberontakan pada 1986.
Semua itu termasuk hukuman mati, menurunkan usia pertanggungjawaban pidana dan dugaan pembunuhan di luar hukum sebagai bagian dari tindakan keras terhadap narkotika, yang telah menewaskan lebih dari 2.000 orang.
Pengacara Marcos, Vic Rodriguez, mengeluarkan pernyataan mengatakan undur diri Robredo "terlambat dan sangat jelas bersikap bermusuhan". Ia menggambarkan pernyataan Robredo tentang komplotan untuk menggesernya sebagai kemunafikan.
Marcos, yang lebih dikenal dengan julukan "Bongbong", mengajukan banding ke Mahkamah Agung untuk penghitungan ulang, yang Robredo katakan dia yakin menang. Robredo tidak merinci dugaan komplotan untuk "mencuri" jabatan wakil presidennya, tapi mengatakan Marcos menyertai Duterte dalam kunjungan resmi ke Cina pada Oktober mengisyaratkan itu.