"Ada hikmahnya," kata Wakapolri Komjen Syafruddin di Kediaman Kedutaan Besar Kerajaan Yordania, Jakarta Selatan, Senin (28/11/2016). Perubahan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mulai diberlakukan hari ini. Pemberlakuan peraturan itu dinilai memiliki dampak baik meski ancaman pidananya diturunkan.
Pasal 27 dalam undang-undang itu menyebutkan adanya pengurangan ancaman kurungan pidana. Namun sasaran pelakunya diperluas. Tak hanya lagi mereka yang membuat, menampilkan ataupun mengunggahnya ke internet, tapi termasuk mereka yang mendistribusikan ulang pun akan terjerat.
Keenam, menambahkan ketentuan 'right to be forgotten': kewajiban menghapus konten yang tidak relevan bagi penyelenggara sistem elektronik. Pelaksanaan 'right to be forgotten' dilakukan atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.
Ketiga, melaksanakan putusan MK atas Pasal 31 ayat 4 yang mengamanatkan pengaturan tata cara intersepsi ke dalam UU. Juga menambahkan penjelasan pasal 5 terkait keberadaan informasi elektronik sebagai alat bukti hukum.
"Masyarakat harus lebih berhati-hati dalam menyebarkan informasi, harus dicek dulu kebenarannya," imbau Syafruddin. Ketujuh, memperkuat peran pemerintah untuk mencegah penyebarluasan konten negatif di internet.
Sedangkan ancaman pidana bagi pengiriman informasi elektronik berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti, sebelumnya diganjar pidana penjara paling lama 12 tahun menjadi paling lama empat tahun dan/atau denda dari paling banyak Rp 2 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.
Kedua, menurunkan ancaman pidana pencemaran nama baik dari paling lama 6 tahun menjadi 4 tahun dan denda dari Rp 1 miliar menjadi Rp 750 juta. Juga menurunkan ancaman pidana ancaman kekerasan pada Pasal 29 dari paling lama 12 tahun penjara menjadi 4 tahun dan denda dari Rp 2 miliar menjadi Rp 750 juta.
Dalam muatannya, perubahan undang-undang ITE terdiri dari tujuh poin. Yaitu pertama, menambahkan sejumlah penjelasan untuk menghindari multitafsir terhadap 'ketentuan penghinaan/pencemaran nama baik' pada Pasal 27 ayat 3.
Keempat, sinkronisasi hukum acara penggeledahan, penyitaan, penangkapan dan penahanan dengan hukum acara KUHAP. Kelima, memperkuat peran PPNS UU ITE untuk memutuskan akses terkait tindak pidana TIK.
UU ITE Perubahan Berlaku, Ini 6 Konten yang Terancam Penjara | Kontak Perkasa Futures
Dalam catatan detikcom, Senin (28/11/2016), seluruh konten informasi elektronik masih bisa dijadikan delik dalam UU tersebut. Bedanya, bila dulu adalah delik umum, maka kini menjadi delik aduan. Hal-hal yang dilarang yaitu:
UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) perubahan mulai berlaku efektif hari ini. Secara umum, tidak ada yang terlalu signifikan dalam UU tersebut.
1. Konten melanggar kesusilaan, ancaman tetap yaitu maksimal 6 tahun penjara.
2. Konten perjudian, ancaman tetap yaitu maksimal 6 tahun penjara.
3. Konten yang memuat penghinaan dan atau pencemaran nama baik. Bila dulu diancam maksimal 6 tahun penjara, kini menjadi 4 tahun penjara.
4. Konten pemerasan atau pengancaman, ancaman tetap yaitu maksimal 4 tahun penjara.
5. Konten yang merugikan konsumen, ancaman tetap yaitu maksimal 6 tahun penjara.
6. Konten yang menyebabkan permusuhan isu SARA, ancaman tetap yaitu maksimal 6 tahun penjara.
Contoh kasus SMS yang berisi penghinaan terjadi di Desa Bara, Kecamatan Woja, Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB). Yaitu kala Siti Mardiah (45) SMS Emi Hidayanti pada 2014. Siti mengirim SMS yang berisi penghinaan dan mengata-ngatai Emi sebagai pelacur.
Nah lalu bagaimana soal medium sarana elektronik? Tidak ada yang berubah. Semua sarana elektronik bisa dijadikan objek UU ITE, dari SMS, sosial media, email hingga mailing-list.
Kasus ini naik ke pengadilan dan Siti lalu dihukum pidana percobaan.
Masih soal SMS, Saiful dipenjara 5 bulan karena dia mengirimkan SMS berisi perkataan cabul, jorok dan porno kepada Adelian Ayu Septiana. Adel pun melaporkan hal ini ke polisi. Kasus bergulir hingga ke Mahkamah Agung.
"Menjatuhkan pidana penjara selama 1 bulan. Pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali jika di kemudian hari ada putusn hakim yang menentukan lain bahwa terpidana sebelum lewat masa percobaan selama 2 bulan melakukan perbuatan yang dapat dipidana," ucap ketua majelis Djuyamto dengan anggota M Nur Salam dan Ni Putu Asih Yudiastri.
Majelis kasasi yang diketuai Djoko Sarwoko dengan hakim anggota Komariah Emong Sapardjaja dan Surya Jaya menjatuhkan hukuman 5 bulan kepada Saiful. Kasus ini menjadi kasus pertama yang masuk MA terkait SMS cabul yang dipidana.
Siapa nyana, MA membalikkan semuanya. MA mengabulkan kasasi jaksa dan menyatakan Prita Mulyasari bersalah dalam kasus pencemaran nama baik RS Omni Alam Sutera, Tangerang. Prita divonis 6 bulan, tapi dengan masa percobaan selama 1 tahun. Kasus ini lalu dimintakan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK) dan dikabulkan. Prita bebas.
Untuk kasus SARA, masyarakat tentu masih ingat kasus Florence Saulina Sihombing. Mahasiswa S2 di Yogyakarta itu menuliskan kata negatif dalam akun Path-nya karena kesal dengan antrean beli bensin. Florence nyaris ditahan polisi dan akhirnya diadili.
Kasus UU ITE via mailing-list dan email yang paling heboh adalah kasus Prita Mulyasari. Prita mengeluhkan layanan sebuah rumah sakit dalam bentuk email. Pihak RS lalu mempolisikan Prita dan jaksa menuntut Prita selama 6 bulan penjara. Pada 29 Desember 2009, majelis hakim PN Tangerang memutus bebas Prita Mulyasari. Alasan utama membebaskan Prita karena unsur dakwaan pencemaran nama baik tidak terbukti.
Pada 31 Maret 2015, PN Yogyakarta menyatakan Florence tidak perlu dihukum 2 bulan penjara asalkan tidak berbuat kejahatan selama 6 bulan ke depan. Selain itu, Florence juga harus membayar denda Rp 10 juta. Pada 28 Juli 2015, Pengadilan Tinggi (PT) Yogyakarta memperbaiki putusan PN Yogyakarta sekedar menghapus pidana dendanya.